PRAGMATISME
Disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Aliran
Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
Rio Nugraha 11510100
PROGRAM STUDI
FILSAFAT AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2017
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim...
Alhamdulilahirabbil alamin. Puji dan Syukur
kita panjatkan kehadirat Allah Swt shalawat serta salam semoga tercurah kepada
Nabi Muhammad SAW.
Atas berkatNya makalah Pragmatisme untuk
memenuhi tugas mata kuliah FILSAFAT ALIRAN ini dapat selesai disusun dengan
segala kekurangannya, semoga pesan yang ingin disampaikan tersampaikan untuk
menambah pengetahuan bagi para pemapar, pendengar maupun pembaca.
Kami penyusun menerima segala saran dan
kritik yang membangun untuk menyempurnakan makalah ini.
Bandung, April 2017
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Filsafat adalah
ilmu yang berkembang hingga sekarag, kiprah ilmunya sampai saat ini memasuki dunia
modern, Filsafat memiliki aliran yang masing-masing memiliki perananya seperti
rasionalisme, empirisme, kritisisme, idealisme, dan juga pragmatisme, dll.
Disini yang akan dipaparkan adalah mengenai filsafat pragmatisme.
Segala sesuatu yang bermanfaat dan bernilai maka akan kita miliki,
sesuatu itu akan kita lakukan dan kerjakan, dan inilah yang kita cari bagaimana
nilai pragmatis dari sesuatu yang akan kita lakukan ataupun kita miliki.
Pragmatis
B.
RUMUSAN
MASALAH
Apa itu pragmatisme?
Siapa sajakah tokoh
pragmatisme?
Apa teori yang disampaikan para tokoh
pragmatisme?
C.
TUJUAN
Untuk mengetahui pengertian pragmatisme;
Untuk mengetahui siapa sajakah tokoh aliran filsafat pragmatisme;
Untuk mengetahui teori atau gagasan yang
disampaikan oleh tokoh pragmatisme.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pragmatisme
Pragmatik dapat dianggap berurusan dengan aspek-aspek
informasi dalam pengertian yang paling luas yang disampaikan melalui
bahasa yang tidak dikodekan oleh konvensi yang diterima secara umum dalam
bentuk-bentuk linguistik yang digunakan namun yang juga muncul secara alamiah
dari dan tergantung pada makna-makna yang dikodekan secara konvensional dengan
konteks tempat penggunaan bentuk-bentuka tersebut penekanan ditambahkan, itu
merupakan pengertian pragmatik dalam cakupan bahasa[1].
Istilah Pragmatisme berasal dari kata Yunani pragma yang berarti perbuatan (action)
atau tindakan (practice). Isme di sini sama artinya dengan isme-isme lainnya,
yaitu berarti aliran atau ajaran atau paham. Dengan demikian Pragmatisme itu
berarti ajaran yang menekankan bahwa pemikiran itu menuruti tindakan. Aliran ini
bersedia menerima segala sesuatu, asal saja hanya membawa akibat praktis.
Pengalaman-pengalaman pribadi, kebenaran mistis semua bisa diterima sebagai
kebenaran dan dasar tindakan asalkan membawa akibat yang praktis yang
bermanfaat. Dengan demikian, patokan pragmatisme adalah “manfaat bagi hidup
praktis”. Pragmatisme
memandang bahwa kriteria kebenaran ajaran adalah “faedah” atau “manfaat”. Suatu
teori atau hipotesis dianggap oleh Pragmatisme benar apabila membawa suatu
hasil. Dengan kata lain, suatu teori itu benar kalau berfungsi (if it works).
Kata pragmatisme sering sekali
diucapkan orang. Orang-orang menyebut kata ini biasanya dalam pengertian
praktis. Jika orang berkata, Rencana ini kurang pragmatis, maka maksudnya ialah
rancangan itu kurang praktis. Pengertian seperti itu tidak begitu jauh dari
pengertian pragmatisme yang sebenarnya, tetapi belum menggambarkan keseluruhan
pengertian pragmatisme.
Pragmatisme adalah aliran dalam
filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu ialah, apakah
sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata.
Oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak. Mungkin sesuatu konsep atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi terbukti berguna bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat yang kedua.
Oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak. Mungkin sesuatu konsep atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi terbukti berguna bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat yang kedua.
Pragmatisme dalam perkembangannya
mengalami perbedaan kesimpulan walaupun berangkat dari gagasan asal yang sama.
Kendati demikian, ada tiga patokan yang disetujui aliran pragmatisme yaitu, (1)
menolak segala intelektualisme, dan (2) absolutisme, serta (3) meremehkan logika
formal.
Pragmatisme
berusaha untuk menengahi antra tradisi empiris dan tradisi idealis, dan
menghubungkan hal yang sangat berarti dalam keduanya. Pragmatisme adalah suatu
sikap, metode dan filsafat yang memakai akibat-akibat praktis dari pikiran dan kepercayaan
sebagai ukuran untuk menetapkan nilai-nilai kebenaran.
B.
Tokoh-tokoh
aliran pragmatisme
1.
Charles S. Pierce
Charles S. Pierce, yang terkenal sebagai
pendiri pragmatisme, mendapat pengaruh dari Kant dan Hegel. Pierce mengatakan
bahwa problema-problema termasuk persoalan-persoalan metafisik dapat dipecahkan
jika kita memberi perhatian kepada akibat-akibat praktis dari mengikuti
bermacam-macam pikiran. Orang mengatakan bahwa pragmatisme muncul pada tahun
1878 ketika Pierce menerbitkan makalanya yang berjudul How To Make Our Ideas
Clear. Pierce merupakan seorang ahli logika yang mementingkan problema
teknis dari logika dan epistemologi serta metoda sains dalam laboratorium.
Perhatiannya dalam logika mencakup penyelidikan sistem deduktif, metodologi
dalam sains empiris dan filsafat yang ada di belakang metoda dan teknik yang
bermacam-macam. Logikanya mencakup teori alamat (signs dan symbols)
dan karyanya dalam hal tersebut merupakan karya perintis. Pierce berhasrat
untuk mendirikan filsafat atas dasar ilmiah dan untuk menganggap teori-teori
sebagai hipotesa yang berlaku. Ia menamakan pendekatan-pendekatannya itu
pragmatisme. Salah satu sumbangan Pierce yang paling penting bagi filsafat
adalah teorinya tentang arti. Pada hakekatnya ia membentuk satu dari teori-teori
modern tentang arti dengan mengusulkan suatu teknik untuk menjelaskan pikiran
Empirisme
Pierce lebih bersifat intelektual daripada voluntaris (segi kemauan); ini
berarti bahwa ia menekankan kepada intelek dan pemahaman lebih daripada kemauan
dan aktivitas. Dengan
begitu maka ia tidak menekankan kepada rasa indrawi atau kemauan seperti yang
dilakukan oleh bentuk-bentuk terakhir dari pragmatisme umum. Di satu pihak,
Pierce bersifat kritis terhadap intuisionisme dan prinsip-prinsip a priori.
Walaupun ia setuju dengan sebagian dari pandangan-pandangan a priori, ia tidak
menyetujui pandangan yang mengatakan bahwa empirisme memerlukan pengingkaran
terhadap kemungkinan metafisik[2].
2. William
James (1842-1910 M)
William James lahir di New York pada tahun 1842 M,
anak Henry James, Sr. ayahnya adalah orang yang terkenal, berkebudayaan tinggi,
pemikir yang kreatif. Selain kaya, keluarganya memang dibekali dengan kemampuan
intelektual yang tinggi. Keluarganya juga menerapkan humanisme dalam kehidupan
serta mengembangkannya. Ayah James rajin mempelajari manusia dan agama. salah seorang tokoh pragmatisme
Amerika. Untuk menggambarkan epistemologi praagmatisnya. Empirisme radikal
berbeda dengan empirisme klasik dan modern yangmengakui kebenarn yang objekti
dan stabil.
James membedakan 2 model
atau kondisi filsafat , yaitu (1) Tender minded, lemah, lunak dan (2) Tough
Minded filsafat keras, kuat yang termasuk kedlam tender minded rasionalisme,
intelektualisme, monistis, religius, dinamis dan indeterminis sedangkan yang
termasuk dalam tough mided empirisme, sensasionalisme, materialisme, pluralis,
profan, skeptis kemudian james mengemukakan pragmatisme merupakan perpaduan
ataujalan tengah dari dua kecenderungan itu[3]
Karya-karyanya
antara lain, The Principles of Psychology
(1890), The Will to Believe (1897), The Varietes of Religious Experience
(1902) dan Pragmatism (1907). Di
dalam bukunya The Meaning of Truth, Arti Kebenaran, James mengemukakan bahwa
tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang
berdiri sendiri dan terlepas dari segala akal yang mengenal. Sebab pengalaman
kita berjalan terus dan segala yang kita anggap benar dalam pengembangan itu
senantiasa berubah, karena di dalam prakteknya apa yang kita anggap benar dapat
dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Oleh karena itu, tidak ada kebenaran
mutlak, yang ada adalah kebenaran-kebenaran (artinya, dalam bentuk jamak) yaitu
apa yang benar dalam pengalaman-pengalaman khusus yang setiap kali dapat diubah
oleh pengalaman berikutnya.
Nilai
pengalaman dalam pragmatisme tergantung pada akibatnya, kepada kerjanya artinya
tergantung keberhasilan dari perbuatan yang disiapkan oleh pertimbangan itu.
Pertimbangan itu benar jikalau bermanfaat bagi pelakunya, jika memperkaya hidup
serta kemungkinan-kemungkinan hidup.
James
membawakan pragmatisme. Isme ini diturunkan kepada Dewey yang mempraktekkannya
dalam pendidikan. Pendidikan menghasilkan orang Amerika sekarang. Dengan kata
lain, orang yang paling bertanggung jawab terhadap generasi Amerika sekarang
adalah William James dan John Dewey. Apa yang paling merusak dari filsafat
mereka itu? Satu saja yang kita sebut: Pandangan bahwa tidak ada hukum moral
umum, tidak ada kebenaran umum, semua kebenaran belum final. Ini berakibat
subyektivisme, individualisme, dan dua ini saja sudah cukup untuk
mengguncangkan kehidupan, mengancam kemanusiaan, bahkan manusianya itu sendiri.
3.
John Dewey (1859-1952 M)
Dewey adalah
seorang yang pragmatis. Menurutnya, filsafat bertujuan untuk memperbaiki
kehidupan manusia serta lingkungannya atau mengatur kehidupan manusia serta
aktifitasnnya untuk memenuhi kebutuhan manusiawi.
Sebagai pengikut pragmatisme, John Dewey menyatakan bahwa tugas filsafat adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata. Filsafat tidak boleh larut dalam pemikiran-pemikiran metafisis yang kurang praktis, tidak ada faedahnya.
Sebagai pengikut pragmatisme, John Dewey menyatakan bahwa tugas filsafat adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata. Filsafat tidak boleh larut dalam pemikiran-pemikiran metafisis yang kurang praktis, tidak ada faedahnya.
Dewey lebih
suka menyebut sistemnya dengan istilah instrumentalisme. Pengalaman adalah
salah satu kunci dalam filsafat instrumentalisme. Oleh karena itu filsafat
harus berpijak pada pengalaman dan mengolahnya secara aktif-kritis. Dengan
demikian, filsafat akan dapat menyusun sistem norma-norma dan nilai-nilai.
Instrumentalisme
ialah suatu usaha untuk menyusun suatu teori yang logis dan tepat dari
konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan, penyimpulan-penyimpulan dalam
bentuknya yang bermacam-macam itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana
pikiran-pikiran itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran itu
berfungsi dala penemuan-penemuan yang berdasarkan pengalaman yang mengenai
konsekuensi-konsekuensi di masa depan.
Menurut
Dewey, kita ini hidup dalam dunia yang belum selesai penciptaannya. Sikap Dewey
dapat dipahami dengan sebaik-baiknya dengan meneliti tiga aspek dari yang kita
namakan instrumentalisme. Pertama, kata “temporalisme” yang berarti bahwa ada
gerak dan kemajuan nyata dalam waktu. Kedua, kata futurisme, mendorong kita
untuk melihat hari esok dan tidak pada hari kemarin. Ketiga, milionarisme,
berarti bahwa dunia dapat diubah lebih baik dengan tenaga kita.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pragmatisme berasal dari kata pragma
(bahasaYunani) yang berarti tindakan, perbuatan. Pragmatisme adalah suatu aliran
yang mengajarkan bahwa yang benar apa yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan
perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis.
Filosuf yang terkenal sebagai tokoh filsafat
pragmatism adalah William James dan John Dewey.
Seperti dengan aliran-aliran filsafat
pada umumnya, pragmatism juga memiliki kekeliruan sehingga menimbulkan kritik-kritik
terhadap aliran filsafat ini. Kekeliruan pragmatism dapat dibuktikan dalam tiga
tataran pemikiran: (1) kritik dari segi landasan ideology pragmatisme, (2)
kritik dari segi metode pemikiran, dan (3) kritik terhadap pragmatism itu sendiri.

No comments:
Post a Comment